Gerakan literasi turut
membawa angin segar bagi khayalak Cilacap yang gandrung akan literasi. Pada
2017 silam, dua kawula muda berlatar belakang dari skena Punk, Trias dan Nevin
bergiat menggelar perpustakaan jalanan sebagai medium menyampaikan aspirasinya
perihal ajakan membaca. Berawal melihat seorang anak-kecil mulai asyik dengan
gawai lalu mulai acuh terhadap sekitarnya. Dari ihwal ini mereka mulai terpacu
untuk segera menggelar lapak baca gratis.
Tepat pada tanggal 23 Juni 2017. Trias dan Nevin mencetuskan komunitas literasi bernama Mengkaji Pustaka. Kedua kawula muda ini mulai menggelar lapak baca di Alun-alun Cilacap.
Berbekal buku dari Komunitas Sangkanparan yang notabene koleksi milik Insan Indah Pribadi yang kerap disapa Babeh. Tatkala kedua kawula muda ini mengusung Perpustakaan Jalanan (Perpusjal) Cilacap sebagai medium untuk kegiatan yang mereka lakukan.
Menggunakan media Perpusjal
sebagai ajakan membaca dengan menjajakan buku merupakan usaha paling efektif
untuk menjangkau kepada khalayak.
Komunitas Mengkaji Pustaka menggelar lapak di Alun-alun Cilacap; tepat di depan gedung Lembaga Permasyarakatan. Saban sabtu sore hingga malam gelaran lapak baca gratis menemani pengunjung Alun-alun. Tidak hanya menjajakan buku untuk dibaca gratis, namun mereka juga melakukan teatrikal berupa pelantunan puisi di pelataran alun-alun sebagai podiumnya.
Mereka kerap
melantunkan puisi Wiji Thukul dalam buku antologi puisi Nyanyian Akar Rumput.
Pernah suatu saat ada pedagang Mie Ayam turut menimpali puisi yang dilantunkan,
anekdot ini pun turut menjadi kisah yang termaktub di catatan Trias.
Selama gelaran lapak baca di Alun-alun Cilacap dirasa kurang kondusif untuk pembaca. Pegiat Komunitas Mengkaji Pustaka mencari cara agar dirasa nyaman untuk membaca. Mereka melakukan inisiatif pindah lapak dari depan Lembaga Pemasyarakatan ke pelataran toko di Jl. A. Yani.
Berada tepat di
seberang pos polisi. Komunitas Mengkaji Pustaka menggelar lapak, hingga saban
pekan tetap melapak di tempat yang sama. Sampai akhirnya berpindah tempat lagi.
Namun karena banyaknya kesibukan para pegiat Komunitas Mengkaji Pustaka, kerap beberapa pekan absen tidak melapak. Hal ini mulai dinanti oleh para pembaca yang gemar menyambangi lapak Perpusjal tiap melapak.
Terkadang ada yang menghubungi melalui akun Instragram untuk menanyakan keberadaan Perpusjal. Hal ini cukup dirasa menyenangkan bagi para pegiat Komunitas Mengkaji Pustaka.
Pada awal berdirinya lapak Perpusjal buku-buku yang dijajakan masih relatif sedikit. Mereka menggunakan penggalangan buku untuk dihimpun.
Terhitung ada lebih dari 200 buku menjadi koleksi Komunitas Mengkaji Pustaka sebagai entitas yang menaungi Perpusjal. Jumlah buku itu semua adalah sumbangan dari berbagai sejawat pegiat literasi yang ada di berbagai daerah. Mereka pun menamai Perpusjal sebagai gerakan solidaritas literasi.
Hingga saat ini berbagai
buku Komunitas Mengkaji Pustaka ada di berbagai tempat. Mereka turut menjajakan
bukunya di kedai kopi sebagai bentuk simbiosis mutualisme serta menyebarkan asa
literasi di Cilacap.
Lapak Nomaden Tiap Pekan
Lapak Perpusjal kerap berpindah dan tidak mentukan tempat konsisten dimana mereka menetap. Berawal dari Alun-alun Cilacap yang merupakan tempat pertama melakukan lapak. Lalu bergeser ke pelataran pertokoan di Jalan A. Yani Cilacap. Setelah itu mereka kerap melapak di lain tempat.
Pernah suatu
ketika mereka melapak di Pantai Widara Payung hingga melapak di Pasar Pahing
Maos. Berbagai acara para kawula muda turut disambangi dengan menjajakan
buku,seperti di acara Cilacap Srawung pada waktu itu dihelat tiap minggu.
Sementara itu, komunitas mengkaji pustaka terus melakukan perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya. Pelataran Lapangan Gelora Jaya Tritih Wetan juga pernah singgah melapak.
Di Taman Hiburan Rakyat (THR) Teluk Penyu pun kerap kali melapak disana. Hingga paling sering yaitu di Ruang Terbuka Hijau di Jl. Dr. Soetomo Cilacap.
Pernah melakukan berbagai acara dari
pemutaran film Sexy Killers yang menjadi perbincangan diskusi di pelbagai
daerah sampai bedah buku Politik Jatah Preman karya Ian Douglas Wilson terbitan
Marjin Kiri.
Perihal nomaden ini karena seringkali ditanyai dengan di mana markas Komunitas Mengkaji Pustaka berada. Dalam perjalanan komunitas ini, tempat penyimpanan buku pun sering kali berpindah tempat, dan juga tidak terpusat dalam pengarsipan.
Penyimpanan buku lebih banyak bertempat di House Of
Rainbow (HOR) di Jl. Munggur, Cilacap. Di HOR terdapat rak buku milik Komunitas
Mengkaji Pustaka. Berbagai kegiatan kerap diadakan disana, seperti diskusi
bertema “Cinta Pembebasan” dan berbagai diskusi topik lain.
Surutnya Melapak di Masa
Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 serta penanggulangan wabah yang terlanjur mencengangkan. Sudah lebih dari 9 bulan masyarakat disarankan untuk tetap di rumah saja. Terhitung sejak 2 Maret 2020 Pemerintah mengumumkan dua kasus pasien Covid-19 di Indonesia.
Hal ini menyurutkan langkah untuk kembali melapak
dan berinteraksi dengan khalayak. Untuk bertatap muka saja diwajibkan untuk
memakai masker dan menjaga jarak. Apalagi melakukan hal-ihwal seperti biasa.
Namun sebelum pandemi Covid-19 gelaran lapak Perpusjal pun nisbi jarang. Terhitung hanya dua pekan dalam satu bulan di bulan desember 2019 kemarin. Serta ketidak sanggupan para pegiat Komunitas menghadapi era disrupsi yang semua kegiatan diperlukan melalui gawai telepon pintar.
Meski pernah menggelar lapak di masa pandemi. Itu pun hanya sekali dan langkah eksperimen dalam mencoba femomena pandemi. Acara Hari Lahir ketiga di tahun 2020 pun ditiadakan. Hal-ihwal membahas teknis acara menjadi nisbi jarang, bahkan tidak ada sama sekali.
Hanya ucapan terima kasih kepada khalayak dan masih tetap
menjaga asa Komunitas Mengkaji Pustaka.
Meski keadaan menyulitkan untuk bersua kembali. Gelaran lapak baca yang rutin saban akhir pekan hingga awal desember kini masih belum ada. Kegiatan di rumah saja masih menjadi rutinitas. Gerakan literasi secara langsung mangkrak dan mendorong ke arah digitalisasi gerakan masih terbilang sulit.
Mengalihkan sejenak ke media online seperti mengisi artikel di web
sedari langkah alternatif meski tiada interaksi dan diskursus. Komunitas
Mengkaji Pustaka pun menyediakan literatur di web. Pada laman mengkajipustaka.noblogs.org situs untuk berbagi
khasanah literasi.